Kritik Keras Saktiawan Pegiat Sosial: Sekolah Diduga Lepas Tangan dan Siswa Dikeluarkan, Masa Depan Taruhannya
SINJAI, Karebanasulsel.id- Keputusan pihak sekolah di SMAN 1 di Kabupaten Sinjai mengeluarkan siswanya menimbulkan sorotan tajam. Alih-alih menjalankan fungsi pembinaan, pihak sekolah justru menjatuhkan sanksi terberat yang berpotensi memutus masa depan anak didik.
Kritik keras datang dari kalangan pemerhati sosial. Saktiawan, Selaku Pemerhati Sosial, menilai “Keputusan itu tergesa-gesa dan tidak sesuai dengan prinsip perlindungan anak,” Tuturnya di hadapan media pada Rabu 17/09/2025.
“Pengumuman yang dikeluarkan pihak sekolah sangat kami sayangkan. Sanksi itu terasa tidak manusiawi. Seharusnya sekolah mengedepankan pembinaan, bukan langsung mengeluarkan siswa,” tegasnya.
Menurutnya, sekolah semestinya menghadirkan siswa untuk diberikan arahan dan pembinaan, sekaligus menelusuri akar permasalahan yang mendorong tindakannya. Langkah pengeluaran dinilai bukan solusi, melainkan bentuk kegagalan lembaga pendidikan dalam mendidik.
“Langkah mengeluarkan siswa akibat dugaan perbuatan memukul gurunya tersebut tanpa ada upaya lain adalah tindakan yang tidak sehat. Pemerintah, khususnya lembaga perlindungan anak, harus turun tangan melihat persoalan ini dari perspektif anak,” tambahnya.
Masa Depan Taruhan
Saktiawan juga menekankan bahwa siswa inisial (MF) 17 tahun tersebut berada di tahun terakhir pendidikannya. Jika masa depan anak diputus di tengah jalan, risiko yang muncul bisa jauh lebih besar, termasuk tekanan psikologis hingga kemungkinan munculnya masalah sosial baru.
“Jangan sampai karena persoalan ini, anak kehilangan masa depannya. Penanganan harus dilakukan dengan pendekatan yang sehat, membina bukan menghukum. Saya tidak mentoleransi kekerasan, termasuk pemukulan, tetapi saya juga tidak mendukung keputusan mengeluarkan siswa,” ujarnya.
Landasan Hukum
Keputusan mengeluarkan siswa juga dinilai bertentangan dengan regulasi. Pasal 9 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai minat dan bakat.
Selain itu, Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama, layanan pendidikan sesuai bakat dan minat, serta memperoleh beasiswa atau bantuan bagi yang membutuhkan.
Dengan demikian, keputusan mengeluarkan siswa tanpa mempertimbangkan pembinaan lebih lanjut dapat dianggap melanggar hak konstitusional anak sebagai peserta didik.
Pemerintah Diduga Lalai
Kasus ini memunculkan desakan agar pemerintah tidak tinggal diam. Lembaga perlindungan anak diminta segera melakukan intervensi, agar siswa tetap mendapatkan hak pendidikannya. Jika tidak, persoalan ini bisa menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan di Sinjai, di mana sekolah lebih memilih menghukum ketimbang membina.
“Harapan kami anak ini tidak dikeluarkan dari sekolah. Kalau sampai dikeluarkan, maka bukan hanya masa depannya yang hancur, tetapi juga berpotensi menimbulkan masalah baru yang tidak kita duga,” tutup Saktiawan.
Kasus ini sekaligus membuka pertanyaan lebih dalam, apakah sekolah benar-benar menjalankan peran mendidik, atau justru memilih jalan pintas dengan melepaskan tanggung jawabnya?
Redaksi : ABK
……..