Karebana Sulsel
karebanasulsel.id | portal online yang menyajikan beragam topik informasi yang berskala lokal, hingga nasional. Dengan komitmen untuk senantiasa menghadirkan berita-berita terupdate tajam terpercaya dan akurat.
25 C
New York
Selasa, Agustus 26, 2025

Buy now

Oknum Guru SDN Maricaya II Makassar Yang Diduga Paksa Siswa Bayar Biaya Perpisahan Mengaku Salah Dan Minta Maaf Kepada Orang Tua Siswa, LAKIN Sulsel Angkat Suara….

MAKASSAR, Sul-Sel. karebanasulsel.id– Sebuah rekaman suara yang memperdengarkan seorang oknum guru di SDN Maricaya II Makassar paksa para murid bayar uang acara perpisahan sekolah, viral di media sosial. Dan setelah dikonfirmasi media Ketua Komite dan oknum Guru tersebut mengaku salah dan minta maaf. Jumat 26/05/2023.

Dalam rekaman suara itu terdengar oknum guru perempuan di sekolah tersebut memaksa para murid membayar uang acara perpisahan, baik siswa yang ikut maupun tidak ikut tetap harus bayar demi mendapatkan nilai siswa yang baik.

“Ikut tidak ikut perpisahan kita tetap harus membayar. Semua harus ikut yah, kalau tidak ikut haruski membayar juga yang kemarin ditetakan Rp 250 ribu, dan bagi yang tidak ikut harus tetap bayar setengahnya. Dan silahkan ditrangsfer ke Rekening ibu ya? Terserah nanti mau dikirim di Rekening BRI, Mandiri, atau BPD.” Tutur oknum guru di SDN Maricaya II Makassar tersebut.

Ia pun mengaku “Penetapan nominal Rp 250 ribu per murid untuk acara perpisahan itu merupakan keputusan bersama antara pihak sekolah dengan para wali murid. Itu keputusan rapat bersama, jadi bukan ibu nah yang buat keputusan,” ungkapnya.

“Jadi kalau tidak ikut tetapki membayar nak, itu pun Rp 250 ribu itu dengan orang tua nah, saya sudah hitung-hitungan ini dengan rinci-rinci pengeluaran ini sangat sedikit sekali, mudah-mudahan tidak kurang, saya juga tidak mau nombok jadi kalian harus membayar,” tegasnya.

Setelah diminta klarifikasi oleh media, akhirnya Ketua Komite dan Oknum guru tersebut mengakui kesalahannya, dan meminta maaf.

Korwil Lembaga Anti Korupsi Nasional (LAKIN) Sulsel Andi Basri angkat suara bahwa “Perlu diketahui Pungutan uang perpisahan yang dilakukan oleh satuan sekolah tingkat pendidikan dasar ini tentu berpotensi maladmnistrasi dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” tegasnya lagi.

Diterangkan dalam ketentuan Pasal 9 Ayat (1) Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan menyebutkan satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan Pemerintah, dan/atau Pemerintah Daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan.

“Kemudian dalam Pasal 181 huruf di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 menyebutkan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, baik Perseorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” jelasnya.

Menurut dia, acara perpisahan bukan bagian dari proses belajar mengajar di sekolah. Alasan pihak sekolah untuk mengakomodir keinginan dari sejumlah orang tua/wali siswa untuk melaksanakan acara perpisahan tentu tidak dapat diterima.

“Jika orang tua/wali siswa ingin melaksanakan kegiatan, serahkan saja kepada mereka (orang tua/wali siswa). Sekolah jangan memfasilitasi hal-hal yang sifatnya pungutan. Apalagi inisiatif sekolah yang aktif melakukan pungutan untuk kegiatan perpisahan,” tegasnya.

Oleh karenanya, Ombudsman mengingatkan kepada sekolah untuk tidak melakukan pungutan perpisahan. “Terhadap uang perpisahan yang sudah dipungut agar segera dikembalikan, serta sekolah tidak memfasilitasi acara perpisahan yang berkaitan dengan pungutan atau penarikan biaya,” Terangnya.

“Walaupun dimusyarahkan alasan itu tidak bisa diterima walupun berselimut Komite, tapi semua itu pasti bersumber dari pihak Sekolah, justru alasan sistem bagaimanapun, itu tidak tepat, sangat salah, dan cara apapun mendapatkan dana dari Wali Murid, ini sungguh menyalahi aturan,” tegasnya.

Hal ini harus dipertegas dan kami akan melaporkan ke Tim Saber Pungli, dan ingat, Hukuman pidana bagi pelaku pungli bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12 E dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Pelaku pungli juga bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan. Pelaku pungli berstatus PNS dengan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.

Sedangkan hukuman administratif bagi pelaku pelanggaran maladministrasi termasuk bagi pelaku pungli bisa dikenakan Pasal 54 hingga Pasal 58 dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, penurunan gaji berkala, hingga pelepasan dari jabatan. (**)

(Redaksi)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terkait

Latest Articles